Rabu, 29 Mei 2013

Penelitian Tindakan Kelas


PENELITIAN TINDAKAAN KELAS
MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH



TUGAS
MAKALAH



Description: UNP-BW.jpg



OLEH :

TRI MARDI JAYA PUTRA
2010/55365




Program Studi Pendidikan Teknik Bangunan






JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2013
PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)
MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH
A.   Pengertian Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian Tindakan Kelas (PTK)  adalah penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelasnya.  PTK berfokus  pada proses belajar-mengajar yang terjadi di kelas, dilakukan pada situasi alami. Penelitian ini dilakukan di dalam kelas dengan melakukan PTK guna memperbaiki pembelajaran pada kelas dan meningkatkan proses belajar mengajar siswa pada kelas tertentu. Namun tidak semua kelas yang hendak di lakukan PTK, seperti halnya tadi hanya kelas-kelas tertentu, misal kelas yang dianggap bermasalah atau poses belajar mengajar kelas tersebut tidak optimal atau yang lainnya.
Oleh karena tujuan PTK adalah memperbaiki mutu pembelajaran, maka kegiatan yang dilakukan haruslah berupa tindakan yang diyakini lebih baik dari kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan. Dengan kata lain, tindakan yang diberikan kepada siswa harus terlihat kreatif dan inovatif.
Dalam Penelitian Tindakan Kelas ada beberapa unsur yang terkandung di dalamnya yang sangat khas yaitu:
1.      PTK di laksanakan oleh pendidik yaitu guru/pengajar, apa bila dalam kelas tersebut terdapat masalah.
  1. PTK (Penelitian Tindakan Kelas) dilakukan bahwa memang benar masalah yang di hadapi oleh guru pada kelas tersebut.
  2. PTK memang harus diadakan karena masih banyak proses pembelajaran yang harus dimaksimalkan oleh pendidik/guru.
Hal yang khusus pada tindakan tersebut adalah adanya hal yang berbeda dari yang biasa dilakukan guru dalam praktik pembelajaran sebelumnya, karena yang sudah dilakukan dipandang belum memberikan hasil yang  memuaskan.
Untuk mengetahui keberhasilan tindakan tersebut maka harus dilakukan secara berulang-ulang, agar diperoleh keyakinan akan keampuhan dari tindakan.  Jika dibandingkan dengan eksperimen adalah demikian. Eksperimen melihat bagaimana efektivitas perlakukan, sedangkan PTK melihat keterlaksanaan dan kelancaran proses tindakan. Oleh karena itu yang dipentingkan dalam PTK adalah proses, sedangkan hasil tindakan merupakan konsekuensi logis dari ampuhnya tindakan. Pengulangan langkah dari setiap awal sampai akhir seperti itu disebut siklus. Untuk KTI guru, PTK  sedikitnya dilaksanakan dua siklus.
B.   Tujuan dan Manfaat Penelitian Tindakan Kalas
Tujuan utama PTK adalah untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas sekaligus mencari jawaban ilmiah mengapa hal tersebut dapat dipecahkan melalui tindakan yang akan dilakukan. PTK juga bertujuan untuk meningkatkan kegiatan nyata guru dalam pengembangan profesinya. Tujuan khusus PTK adalah untuk mengatasi berbagai persoalan nyata guna memperbaiki atau meningkatkan kualitas proses pembelajaran di kelas.
Secara lebih rinci tujuan PTK antara lain:
a.       Meningkatkan mutu isi, masukan, proses, dan hasil pendidikan dan pembelajaran di sekolah.
  1. Membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya dalam mengatasi masalah pembelajaran dan pendidikan di dalam dan luar kelas.
  2. Meningkatkan sikap profesional pendidik dan tenaga kependidikan.
  3. Menumbuh-kembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah sehingga tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan/pembelajaran secara berkelanjutan.
Dengan demikian output atau hasil yang diharapkan melalui PTK adalah peningkatan atau perbaikan kualitas proses dan hasil pembelajaran. Dengan memperhatikan tujuan dan hasil yang dapat dicapai melalui PTK, terdapat sejumlah manfaat PTK antara lain sebagai berikut:
a.    Menghasilkan laporan-laporan PTK yang dapat dijadikan bahan panduan bagi para pendidik (guru) untuk meningkatkan kulitas pembelajaran. Selain itu hasil-hasil PTK yang dilaporkan dapat dijadikan sebagai bahan artikel ilmiah atau makalah untuk berbagai kepentingan antara lain disajikan dalam forum ilmiah.
b.    Menumbuhkembangkan kebiasaan, budaya, dan atau tradisi meneliti dan menulis artikel ilmiah di kalangan pendidik. Hal ini ikut mendukung professionalisme dan karir pendidik.
c.    Mewujudkan kerja sama, kaloborasi, dan atau sinergi antarpendidik dalam satu sekolah atau beberapa sekolah untuk bersama-sama memecahkan masalah dalam pembelajaran dan meningkatkan mutu pembelajaran.
d.     Meningkatkan kemampuan pendidik dalam upaya menjabarkan kurikulum atau program pembelajaran sesuai dengan tuntutan dan konteks lokal, sekolah, dan kelas.
e.    Memupuk dan meningkatkan keterlibatan, kegairahan, ketertarikan, kenyamanan, dan kesenangan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas. Di samping itu, hasil belajar siswa pun dapat meningkat.
f.     Mendorong terwujudnya proses pembelajaran yang menarik, menantang, nyaman, menyenangkan, serta melibatkan siswa karena strategi, metode, teknik, dan atau media yang digunakan dalam pembelajaran demikian bervariasi dan dipilih secara sungguh-sungguh.
C.   Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas
PTK merupakan bentuk penelitian tindakan yang diterapkan dalam aktivitas pembelajaran di kelas. Ciri khusus PTK adalah adanya tindakan nyata yang dilakukan sebagai bagian dari kegiatan penelitian dalam rangka memecahkan masalah pembelajaran di kelas.
Terdapat sejumlah karakteristik yang merupakan keunikan PTK dibandingkan dengan penelitian pada umumnya,  antara lain sebagai berikut:
  1. PTK merupakan kegiatan yang berupaya memecahkan masalah pembelajaran, dengan dukungan ilmiah.
  2. PTK merupakan bagian penting upaya pengembangan profesi guru melalui aktivitas berpikir kritis dan sistematis serta membelajarkan guru untuk menulis dan membuat catatan.
  3. Persoalahan yang dipermasalahkan dalam PTK berasal dari adanya permasalahan nyata dan aktual (yang terjadi saat ini) dalam pembelajaran di kelas.
  4. PTK dimulai dari permasalahan yang sederhana, nyata, jelas, dan tajam mengenai hal-hal yang terjadi di dalam kelas.
  5. Adanya kolaborasi (kerjasama) antara praktisi (guru dan kepala sekolah) dengan peneliti dalam hal pemahaman, kesepakatan tentang permasalahan, pengambilan keputusan yang akhirnya melahirkan kesamaan tentang tindakan (action) .
Kolaborasi (kerjasama) antara praktisi (guru) dan peneliti (dosen  atau widyaiswara) merupakan salah satu ciri khas PTK. Melalui kolaborasi ini mereka bersama menggali dengan mengkaji permasalahan nyata yang dihadapi oleh guru dan atau siswa. Sebagai penelitian yang bersifat kolaboratif, harus secara jelas diketahui peranan dan tugas guru dengan peneliti. Dalam PTK kolaboratif, kedudukan peneliti setara dengan guru, dalam arti masing-masing mempunyai peran serta tanggung jawab yang saling membutuhkan dan saling melengkapi. Peran kolaborasi turut menentukan keberhasilan PTK terutama pada kegiatan mendiagnosis masalah, merencanakan tindakan, melaksanakan penelitian (tindakan, observasi, merekam data, evaluasi, dan refleksi), menganalisis data, menyeminarkan hasil, dan menyusun laporan hasil. 
Sering terjadi PTK dilaksanakan sendiri oleh guru. Guru melakukan PTK tanpa kerjasama dengan peneliti. Dalam hal ini guru berperan sebagai peneliti sekaligus sebagai praktisi pembelajaran. Guru profesional seharusnya mampu mengajar sekaligus meneliti. Dalam keadaan seperti ini, maka guru melakukan pengamatan terhadap diri sendiri ketika sedang melakukan tindakan (Suharsimi, 2002). Untuk itu guru harus mampu melakukan pengamatan diri secara obyektif agar kelemahan yang terjadi dapat terlihat dengan wajar.
Melalui PTK, guru sebagai peneliti dapat:
a.    Mengkaji/ meneliti sendiri praktik pembelajarannya
b.    Melakukan PTK dengan tanpa mengganggu tugasnya
c.    Mengkaji permasalahan yang dialami dan yang sangat dipahami
d.    Melakukan kegiatan guna mengembangkan profesionalismenya.
Dalam praktiknya, boleh saja guru melakukan PTK tanpa kolaborasi dengan peneliti. Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa PTK yang dilakukan oleh guru tanpa kolaborasi dengan peneliti mempunyai kelemahan karena para praktisi umumnya (dalam hal ini adalah guru) kurang akrab dengan teknik-teknik dasar penelitian. Di samping itu,  guru pada umumnya tidak memiliki waktu untuk melakukan penelitian sehubungan dengan padatnya kegiatan pengajaran yang dilakukan. Akibatnya, hasil PTK menjadi kurang memenuhi kriteria validitas metodologi ilmiah. Dalam konteks kegiatan pengawasan sekolah, seorang pengawas sekolah dapat berperan sebagai kolaborator bagi guru dalam melaksanakan PTK.
D.   Model pembelajaran
Guru dalam melaksanakan pembelajaran sering hanya menggunakan satu metode saja yaitu ceramah atau dalam pembelajarannya tidak menggunakan alat peraga sehingga pembelajaran yang dilaksanakan tidak menarik minat siswa untuk belajar, karena pembelajaran tersebut tidak memberi kesempatan bagi siswa untuk aktif.
Di dalam perkembangan pembelajaran sekarang ini, banyak model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk aktif sehingga siswa tertarik dan tidak merasa bosan. salah satu model pembelajaran tersebut adalah model pembelajaran kooperatif tipe make a match.
v  Make A Match
1.    Pengertian Make A Match
Make a  Match dikembangkan oleh Lorna Current (1994). Make A Match atau  mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang  dapat diterapkan kepada siswa.  Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencar pasangan kartu  yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.    
Agus Suprijono (2010:95) menyebutkan bahwa “hal-hal yang perlu dipersiapkan  jika pembelajaran dikembangkan dengan Make A Match adalah kartu-kartu”. Kartu-kartu tersebut terdiri dari kartu berisi pertanyaan-pertanyaan dan kartu-kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Langkah  berikutnya adalah guru membagi  komunitas kelas menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama merupakan kelompok pembawa  kartu-kartu  berisi  pertanyaan-pertanyaan. Kelompok  kedua adalah kelompok pembawa kartu berisi jawaban-jawaban. Kelompok ketiga adalah kelompok penilai. Aturlah posisi  kelompok-kelompok pertama dan kedua berjajar saling berhadapan. Jika  masing-masing  kelompok sudah berada di posisi yang telah ditentukan, maka guru membunyikan peluit sebagai tanda agar kelompok pertama maupun kelompok kedua saling bergerak mereka bertemu, mencari pasangan pertanyaan-jawaban yang cocok. Berilah kesempatan kepada mereka untuk berdiskusi. Ketika mereka berdiskusi alangkah baiknya jika ada musik instrumentalia yang  lembut mengiringi aktivitas belajar mereka. Hasil diskusi ditandai oleh pasangan-pasangan antara anggota kelompok pembawa kartu pertanyaan dan anggota kelompok pembawa kartu jawaban.
Pasangan-pasangan yang sudah terbentuk wajib menunjukkan pertanyaan-jawaban kepada kelompok penilai. Kelompok ini kemudian membaca apakah pasangan pertanyaan-jawaban itu cocok. Setelah penilaian dilakukan, aturlah sedemikian rupa  kelompok pertama dan kelompok kedua bersatu kemudian memposisikan dirinya menjadi  kelompok penilai. Sementara, kelompok penilai pada sesi pertama tersebut di atas dipecah menjadi dua, sebagian anggota memegang kartu pertanyaan sebagian lainnya memegang kartu  jawaban. Posisi mereka dalam bentuk U. Guru kembali membunyikan peluitnya menandai kelompok pemegang kartu pertanyaan dan jawaban bergerak untuk mencari, mencocokkan, dan mendiskusikan pertanyaan-jawaban. Berikutnya adalah masing-masing pasangan pertanyaan-jawaban menunjukkan hasil kerjanya kepada penilai. Perlu diketahui bahwa tidak semua peserta didik baik yang berperan sebagai pemegang kartu pertanyaan, pemegang kartu jawaban, maupun penilai mengetahui dan memahami secara pasti apakah betul kartu pertanyaan-jawaban yang mereka pasangkan sudah cocok. Demikian hanya bagi peserta didik kelompok penilai. Mereka juga belum mengetahui pasti apakah penilaian mereka benar atas pasangan  pertanyaan-jawaban. Berdasarkan kondisi inilah guru memfasilitasi diskusi untuk memberikan kesempatan kepada seluruh peserta didik mengonfirmasikan hal-hal yang mereka telah lakukan yaitu memasangkan pertanyaan-jawaban dan melaksanakan penilaian.
2.    Kedudukan Make A Match dalam Pembelajaran
Menurut Gagne (dalam Agus, 2009:2) menyebutkan “belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas”. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu sebagai hasil dari  pengalamannya dalam berinteraksi dengan lingkungan. Belajar bukan hanya sekedar menghapal, melainkan suatu proses mental yang terjadi dalam diri seseorang. Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses interaksi antara guru dengan siswa, baik interaksi secara langsung,  yaitu dengan menggunakan berbagai media pembelajaran. Didasari oleh adanya perbedaan interaksi tersebut, maka kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai pola pembelajaran.
Menurut Barry morris (dalam Rusman, 2010:141) mengklasifikasikan empat  pola pembelajaran yang digambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut:
1)    Pola Pembelajaran Tradisional 1
 






2)    Pola Pembelajaran Tradisional 2
 





3)    Pola Pembelajaran Guru dan Media
 






4)    Pola Pembelajaran Bermedia
 




Gambar 2.1
Pola Pembelajaran

Berdasarkan uraian di atas maka pembelajaran dengan menggunakan model Make A Match termasuk kedalam pola pembelajaran yang ke-3 yakni Pola pembelajaran Guru dan Media, karena dalam pelaksanaan pembelajarannya mata pelajaran TIK tidak dapat dipisahkan dari media, terutama komputer untuk  pembelajaran praktek di laboratorium. Selain itu diperlukan infocus dan media  pendukung lainya dalam proses pembelajarannya secara berkelanjutan.
3.    Langkah-Langkah Penerapan Pembelajaran Kooperatif  Make A Match
Anita Lie (2008:55), langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif  Make A Match:
a.    Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik, kartu tersebut terdiri dari dua bagian yang satu berisi soal, dan yang kedua berisi jawaban.
b.    Guru membagi siswa kedalam tiga kelompok. Kelompok pertama  memegang pertanyaan, kelompok kedua memegang jawaban, dan kelompok yang ketiga yaitu sebagai penilai.
c.    Guru menentukan kelompok yang memegang soal dan kelompok yang  memegang jawaban, serta kelompok yang dijadikan sebagai penilai.
d.    Setiap siswa dari masing-masing kelompok mendapat satu buah kartu  soal untuk kelompok yang memegang soal, dan satu buah kartu jawaban  untuk kelompok yang memegang jawaban.
e.    Setiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang .
f.     Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban).
g.    Setiap siswa yang sudah mendapatkan soal/jawaban, diharapkan  memperlihatkan pertanyaan-jawabannya kepada kelompok penilai.
h.    Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari yang sebelumnya.
i.      Setelah selesai tahap itu, guru  menyebutkan kembali pembahasan yang ada dalam pertanyaan-jawaban.
4.    Kelebihan dan Kekurangan dari Model Make A Match
Ilham (2008) Kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match, yaitu sebagai berikut:
a.    Kelebihan:
1)    Mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan.
2)    Materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa.
3)    Mampu meningkatkan hasil belajar siswa mencapai taraf ketuntasan belajar secara klasikal 87,50%.
b.    Kekurangan:
1)    Diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan.
2)    Waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa terlalu banyak bermain-main dalam proses pembelajaran.
3)    Guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai.
Berdasarkan kegiatan proses belajar mengajar, siswa nampak lebih aktif mencari pasangan kartu antara jawaban dan soal. Dengan metode pencarian kartu ini siswa dapat mengidentifikasi permasalahan yang terdapat  di dalam kartu yang ditemukannya dan menceritakannya dengan sederhana dan jelas secara bersama-sama.
Pada saat guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi konsep/topik tentang mencari pikiran utama dan pikiran penjelas dalam wacana untuk sesi review (satu sisi berupa kartu soal dan sisi sebaliknya berupa kartu jawaban).
Setelah guru memerintahkan siswa untuk mengambil kartu tampak sebagian besar siswa bersemangat dan termotivasi untuk menarik satu kartu soal. Setelah siswa mendapatkan kartu soal, masing-masing tampak memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang. Kelompok dengan pasangannya ingin saling mendahului untuk mencari pasangan dan mencocokkan dengan kartu (kartu soal atau kartu jawaban) yang dimilikinya. Di sinilah terjadi interaksi antar kelompok dan interaksi antar siswa di dalam kelompok untuk membahas kembali soaldan jawaban. Guru membimbing siswa untuk mendiskusikan hasil pencarian pasangan kartu yang sudah dicocokkan oleh siswa. Pada penerapan metode Make A Match, penulis memperoleh beberapa temuan bahwa metode Make A Match dapat memupuk kerjasama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang yang ada di tangan mereka, proses pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat siswa mencari pasangan kartunya masing-masing. Hal ini merupakan suatu ciri dari pembelajaran kooperatif seperti yang dikemukan oleh Lie (2002:30) bahwa, “Pembelajaran  kooperatif  ialah pembelajaran yang menitikberatkan pada gotong royong dan  kerja sama kelompok”.
Kegiatan yang dilakukan guru ini merupakan upaya  guru untuk menarik perhatian sehingga pada akhirnya dapat menciptakan  keaktifan dan motivasi siswa dalam diskusi. Hal ini sejalan dengan pendapat  Hamalik (1994:116), “Motivasi yang kuat erat hubungannya dengan peningkatan keaktifan siswa yang dapat dilakukan dengan strategi pembelajaran tertentu, dan motivasi belajar dapat ditujukan ke arah kegiatan-kegiatan kreatif. Apabila motivasi yang dimiliki oleh siswa diberi berbagai tantangan, akan tumbuh kegiatan kreatif.” Selanjutnya, penerapan metode Make A Match dapat membangkitkan keingintahuan dan kerja sama di antara siswa serta mampu menciptakan kondisi yang menyenangkan. Hal ini sesuai  dengan tuntutan dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) bahwa pelaksanaan proses pembelajaran mengikuti standar kompetensi, yaitu: berpusat pada siswa; mengembangkan keingintahunan dan imajinasi;  memiliki semangat mandiri, bekerja sama, dan kompetensi; menciptakan kondisi yang menyenangkan; mengembangkan beragam kemampuan dan  pengalaman belajar; karakteristik mata pelajaran. (Ilham:2008)




1 komentar:

  1. BetMGM casino bonus codes 2021 - DRMCD
    Best casinos 당진 출장안마 with the BetMGM casino bonus codes 2021. the following bonus 경상북도 출장샵 codes 전주 출장안마 for new players: Casino Chip; Casino 하남 출장마사지 Lucky 7. 양산 출장안마

    BalasHapus